Muhammad Nazaruddin merupakan seorang pengusaha dan politisi
Indonesia yang menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 dari
Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Jawa Timur IV. Setelah menjabat sebagai
Bendahara Umum Partai Demokrat pada tahun 2010, pada tahun 2011 Komisi
Pemberantasan Korupsi menjadikannya tersangka kasus suap pembangunan proyek wisma
atlet (Hambalang) untuk SEA Games ke-26.
Pada 21 April 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap
Sekretaris Menteri Pemuda dan Olah Raga Wafid Muharam, pejabat perusahaan
rekanan Mohammad El Idris, dan perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga
sedang melakukan tindak pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3
lembar cek tunai dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp3,2 miliar di lokasi
penangkapan. Keesokan harinya, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak
pidana korupsi suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA
Games ke-26 di Palembang, Sumatera Selatan.
Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo Rosalina
Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin menyangkal pernyataan itu
dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun Wafid. Namun, pernyataan
Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina sendiri kepada penyidik KPK
pada hari yang sama dan keterangan kuasa hukum Rosalina, Kamaruddin
Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya.
Kepada penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun
2010 ia diminta Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT DGI dengan Wafid, dan
bahwa PT DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15 persen
dari nilai proyek, dua persen untuk Wafid dan 13 persen untuk Nazaruddin. Akan
tetapi, Rosalina lalu mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan
membantah bahwa Nazaruddin adalah atasannya. Ia bahkan kemudian menyatakan
bahwa Kamaruddin, mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai Demokrat
sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei Rosalina resmi mengubah
keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin dalam berita acara
pemeriksaannya. Namun, Wafid menyatakan bahwa ia pernah bertemu beberapa kali
dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya oleh Rosalina.
Nazaruddin ditengarai meninggalkan Indonesia sebelum
statusnya menjadi tersangka dan menyatakan melalui media massa bahwa sejumlah
pejabat lain juga terlibat dalam kasus suap tersebut. Pengungkapan Kasus
Hambalang menyeret banyak nama mulai dari elit Partai Demokrat sebagai Partai
Penguasa saat itu, membuka konflik internal Partai Demokrat ke publik, hingga
Nazaruddin mulai "bernyanyi" mengungkapkan aliran dana/orang yang
terlibat hingga kasus-kasus korupsi lain (seperti Kasus Korupsi Pengadaan Alat
Kesehatan, Korupsi Pengadaan e-KTP, dsb) yang terjadi semasa dia menjadi
anggota DPR dan melibatkan kolega-kolega bahkan dari Partai lain.
Ia menyeret banyak nama dalam berbagai kasus di muka publik,
baik dalam wawancara media ataupun kesaksian di pengadilan, beberapa terbukti,
lainnya belum terbukti atau kurang kuat. Beberapa tuduhannya diantaranya yaitu:
·
-Eddie Baskoro Yudhoyono
· -
Aziz Syamsudin
·
-Anas Urbaningrum
·
-Angelina Sondakh
·
dll.
Setelah sempat melarikan diri, Nazaruddin akhirnya dibekuk
di Cartagena de Indias, Kolombia. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, untuk berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama dicabut oleh Imigrasi.
Muhammad Nazaruddin ternyata tak sekadar sesumbar saat
berjanji bakal kembali "bernyanyi", mengenai jati diri para pembesar
yang tersandung kasus korupsi miliaran rupiah. Buktinya, terpidana kasus suap
proyek Wisma Atlet tersebut tak segan-segan mengakui dirinya melakukan
patgulipat dalam sejumlah proyek kementerian untuk kepentingan Anas Urbaningrum
yang ingin menjadi calon presiden (capres) pada Pemilu 2014.
Nazar mengakui, sudah berbicara blak-blakan kepada penyidik
KPK, bahwa dana yang dipakai Anas untuk menjadi Ketua Umum PD pada saat itu
berasal dari fee sejumlah proyek kementerian yang dikelola oleh PT Anugerah
Nusantara.
Setelah menjadi Ketua Umum PD, Anas lantas memerintahkan
Nazar menyiapkan dana dari fee berbagai proyek baru untuk modalnya menjadi
capres dalam Pilpres 2014. Dana yang disiapkan untuk pencapresan Anas, berasal
dari hasil "merampok" dana proyek-proyek kementerian saat itu adalah
sebesar Rp 60 triliun. "Uang proyeknya Rp 60 triliun," kata Nazar
saat menaiki mobil tahanan, Jumat (25/10/2013).
Nazaruddin didakwa berdasarkan pasal 12 huruf b UU No 31
tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat KUHP mengenai pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan ancaman pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan
denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Ia juga didakwa berdasarkan pasal 3 atau pasal 4 UU No 8
tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo
pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat KUHP mengenai tindak pidana pencucian
uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp10 miliar. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Referensi :
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/10/26/nazaruddin-uang-korupsi-proyek-rp-60-triliun-untuk-modal-pencapresan-anas
http://kabar24.bisnis.com/read/20160427/16/542326/kasus-korupsi-mantan-bendahara-partai-demokrat-nazaruddin-ke-mana-uang-itu-mengalir-
http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/04/27/lkba0a-perantara-suap-seskemenpora-rosalina-staf-bendahara-umum-demokrat
http://www.tribunnews.com/nasional/2011/04/22/sesmenpora-wafid-dijerat-pasal-penyuapan
No comments:
Post a Comment